Tambah Lagi Negara Minta Warganya Keluar Lebanon Buntut Waswas Perang

1 month ago 13
ARTICLE AD BOX

Beirut -

Negara yang meminta warganya keluar dari Lebanon terus bertambah. Imbauan agar warga keluar dari Lebanon itu disampaikan usai pemerintah berbagai negara waswas terhadap potensi perang antara Hizbullah dengan Israel.

Sebagai informasi, situasi di Timur Tengah semakin memanas setelah tewasnya pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, pada Rabu (31/7/2024). Haniyeh tewas dalam serangan di wisma tempatnya menginap di Teheran, Iran.

Haniyeh tewas usai menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian. Jenazah Haniyeh telah dimakamkan di Qatar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haniyeh tewas sehari setelah serangan yang diklaim oleh Israel menewaskan kepala militer Hizbullah Fouad Chokr di dekat Beirut. Hizbullah pun meluncurkan puluhan roket Katyusha ke Israel, dengan mengatakan serangan itu sebagai tanggapan atas serangan Israel terhadap Lebanon.

Iran juga telah melakukan pertemuan dengan kelompok-kelompok yang didukungnya untuk membahas balasan ke Israel usai tewasnya Haniyeh. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan negaranya berada pada 'tingkat kesiapan yang sangat tinggi' untuk skenario apa pun 'defensif dan ofensif'.

Sejumlah negara pun merespons kondisi itu dengan mengeluarkan imbauan untuk warganya masing-masing. Berikut daftar negara yang meminta warganya untuk keluar dari Lebanon

Indonesia

Kedutaan Besar RI di Beirut mengimbau WNI di Lebanon Selatan untuk keluar dari Lebanon selama penerbangan komersil masih ada. KBRI juga meminta WNI yang ada di Lebanon selatan segera berlindung di KBRI Beirut.

"Dengan pertimbangan buruknya kondisi keamanan di Lebanon Selatan (Saida, Hasbaya, Nabatiyeh, Marjeyoun, Tyre dan Aitaroun), telah ditetapkan Status Siaga I di wilayah tersebut sejak Oktober 2023. Dalam kaitan ini, kami mengimbau seluruh WNI di Lebanon Selatan untuk berlindung di KBRI Beirut (safe house)," tulis KBRI di Beirut dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).

"Dan (WNI) mempertimbangkan untuk dapat keluar dari Lebanon untuk sementara waktu secara mandiri selama layanan penerbangan komersial masih tersedia," sambung KBRI.

KBRI Beirut juga meminta WNI untuk menunda perjalanan ke Lebanon. WNI di Lebanon sendiri berjumlah 203 orang serta 1.232 personel TNI yang bertugas di United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL).

"Kami juga mengimbau Warga Negara Indonesia yang memiliki rencana untuk melakukan perjalanan ke Lebanon untuk menunda perjalanan hingga kondisi keamanan telah membaik," tuturnya.

KBRI mengingatkan para WNI di Lebanon untuk menghindari kawasan yang rawan, menyimpan barang dan dokumen berharga pada tempat yang aman, terus mencermati dan bersikap waspada atas perkembangan situasi keamanan setempat. Jika sedang bepergian, para WNI diharapkan menjaga barang berharga seperti paspor, dompet, dan handphone dengan baik. Kemudian, segera cari tempat berlindung dan hubungi 112 bila dalam keadaan darurat.

"Bagi WNI yang membutuhkan bantuan, agar dapat segera menghubungi Hotline KBRI Beirut melalui telepon maupun WhatsApp pada nomor +961 70817310," lanjutnya.

Australia

Pemerintah Australia menyerukan warga Australia di Lebanon agar meninggalkan negara itu sekarang juga. Australia meminta warganya pergi karena risiko konflik regional meningkat.

"Pesan saya kepada warga negara Australia dan residen di Lebanon adalah: sekarang saatnya untuk pergi. Jika Anda berada di Australia dan berpikir untuk bepergian ke Lebanon - jangan," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Penny Wong dilansir ABC News, Kamis (1/8/2024).

"Beberapa penerbangan komersial masih beroperasi. Jika Anda dapat pergi, Anda harus pergi," imbuhnya.

Pemerintah Australia memperkirakan bandara Beirut di ibu kota Lebanon akan ditutup jika perang besar pecah. Pemerintah Australia menyiapkan skenario evakuasi dengan kapal feri dari Lebanon ke Siprus, seperti yang dilakukannya ketika mengevakuasi lebih dari 5.000 warga Australia selama Perang Lebanon 2006.

Namun, para pejabat Australia menekankan tidak ada jaminan operasi penyelamatan besar-besaran tersebut dapat dilakukan. Apalagi, jika perang skala besar meletus.

Amerika Serikat

Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Beirut juga mendesak warganya meninggalkan Lebanon dengan 'tiket apa pun yang tersedia'. Dilansir BBC, Minggu (4/8), imbauan tersebut menyusul peringatan serupa dari Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy yang mengatakan situasi regional 'dapat memburuk dengan cepat'.

Iran diketahui sudah bersumpah untuk melakukan pembalasan 'keras' terhadap Israel yang disalahkan atas kematian Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada hari Rabu (31/7). Hizbullah yang berbasis di Lebanon dan didukung Iran dikhawatirkan memainkan peran besar dalam pembalasan semacam itu. Hal itu diprediksi dapat memicu tanggapan serius Israel.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Read Entire Article